• socmed Facebook icon
  • socmed Instagram icon
  • socmed Twitter icon
  • socmed Youtube icon
Tokopedia
Tokopedia Blog - Home
MORE STORIES

Devi Natalia: Perjalanan Membesarkan Anak dengan Down Syndrome

Share

Devi Natalia: Perjalanan Membesarkan Anak dengan Down Syndrome

Devi Natalia, ibu dari anak dengan Down syndrome, menceritakan kisahnya dalam membesarkan serta mendampingi Sabeen kepada Parentstory.


Sabeen Uthmaniyyah Nazrin (5,5 tahun), putri kedua dari Nazrin Zainal (47 tahun) dan Devi Natalia (43 tahun) adalah gadis kecil periang yang lahir dengan kondisi spesial. Ia memiliki salinan ekstra kromosom 21, lebih banyak satu buah dari orang-orang kebanyakan. Kondisinya tersebut dikenal dengan Down syndrome. “Sabeen adalah anak dengan Down syndrome atau Trisomi 21. Ia memiliki 1 buah kromosom 21 lebih banyak, dengan kromosom seks pasien adalah XX. 

Jumlah kromosom idealnya, 46, sedangkan Sabeen, 47. Sesuai hasil tes genetik, kelainan trisomi 21 ini biasanya terjadi secara spontan, yang disebabkan adanya nondisjunction pada proses pembelahan sel pada meiosis 1 atau 2. 

Angka keberulangannya sangat kecil dan tidak diturunkan dari kedua orang tua Sabeen. Pemeriksaan kromosom pada kedua orang tua tidak diperlukan, karena kelainan yang disebabkan oleh kelainan gen dan atau DNA tidak dapat didiagnosis dengan teknik ini,” cerita Devi, sang ibu.

BACA JUGA: Mendeteksi Down Syndrome Sejak dalam Kandungan

‘Dibohongi’ Dokter Obgyn

Devi masih ingat benar momen ketika Sabeen lahir. Kala itu, Sabeen tidak langsung menangis dan langsung dimasukkan ke NICU oleh perawat. “Hampir 1 bulan Sabeen di NICU, tapi tidak ada yang berani memberikan informasi keadaan Sabeen yang sebenarnya pada saya. Info yang saya dapatkan adalah proses pembentukan jantung Sabeen tidak sempurna, ada masalah pada jantung dan masalah pada sistem saraf. Seluruh ototnya lemah termasuk untuk mengisap ASI. Itu pun baru saya ketahui 3 hari setelah Sabeen lahir,” kenang Devi. 

Nazrin, ayah Sabeen, pun terkejut dan sedih melihat kondisi Sabeen. Sampai-sampai ia tidak sanggup menceritakan pada Devi ketika Sabeen lahir. Mungkin sebagian besar dari Anda yang membaca kisah ini bertanya-tanya, mengapa kondisi Sabeen ini tidak diketahui orang tuanya saat masih berada di kandungan? Sebab, Down syndrome seharusnya dapat dideteksi sejak kehamilan. Devi punya jawaban untuk pertanyaan Anda itu. “Dokter kandungan saya menyembunyikan informasi ini. Padahal suami saya sudah bertanya pada dokter, apa perlu tes kehamilan yang mendetail atau tidak? Dikarenakan usia kami saat itu sudah di atas 35 tahun. Dokter bilang, tidak perlu. Seharusnya sudah bisa diketahui sejak hamil, tapi kita dibodohi. Dokternya punya alasan untuk itu,” curhat Devi.

Devi melanjutkan ceritanya. Ia masih ingat penjelasan dokter kandungannya saat itu. Menurutnya, sang dokter punya alasan kuat untuk tidak memberitahukan kondisi Sabeen ketika masih berada di kandungan kepadanya. “Pasiennya dia dulu pernah dikasih informasi kalau janinnya itu kemungkinan mengalami Down syndrome, tapi pasiennya itu tidak percaya, sampai pindah ke tiga dokter berbeda dan tetap tidak terima dengan kondisi janin. Hingga akhirnya pasiennya itu memutuskan untuk menggugurkan kandungannya. Makanya, dokter saya itu jadi trauma dan enggak mau memberitahukan kondisi Sabeen pada saya dan suami,” cerita ibu dari dua anak perempuan, Shiloh (8) dan Sabeen ini.

BACA JUGA: Rekomendasi Mainan untuk Anak Autis & Down Syndrome

Di Masa Pandemi Tetap Menjalankan Terapi

Diagnosa awal dari dokter pada Sabeen adalah, Simian Crease atau garis telapak tangan melintang tunggal yang dimiliki Sabeen. Karena ciri-ciri fisik yang terlihat jelas pada telapak tangannya tersebut, dokter memastikannya dengan melakukan tes genetik. Selanjutnya, Sabeen pun menjalani beberapa terapi hingga saat ini. “Anak Down syndrome (ADS) mengalami keterlambatan tumbuh kembang, jadi ada beberapa terapi yang cocok dan pernah dijalankan sejak Sabeen berumur 3 bulan,” tutur Devi. Berikut beberapa terapi yang dilakukan Sabeen:

  • Fisioterapi: Pelatihan kemampuan fisik untuk membangun keterampilan motorik, meningkatkan kekuatan otot dan mengatur keseimbangan pada awal belajar merangkak, serta menjangkau suatu benda
  • Terapi sensori Integrasi: Berguna dalam mengintegrasikan informasi yang berasal dari semua indera sehingga tubuh anak dapat merespon sesuai dengan situasi yang dihadapi.
  • Terapi Okupasi: Digunakan pada ADS agar dapat membekali anak dalam menghadapi situasi sosial, memiliki keterampilan dasar untuk hidup bersosialisasi dan menghadapi perubahan kognitif serta fisik, sehingga ia dapat lebih diterima di lingkungannya.
  • Terapi wicara: Tahapan proses anak belajar berbicara.

Saat pandemi seperti ini, Sabeen tetap dapat menjalankan terapi yang dilakukan dengan protokol kesehatan. Tetapi, menurut Devi, jika merasa tidak nyaman mengunjungi terapis, Anak dapat mengikuti home program dengan pendampingan khusus dari terapis yang disesuaikan pada kebutuhan masing-masing anak. Selain beberapa terapi yang sudah dijelaskan oleh Devi di atas, Sabeen juga perlu menjalankan pola makan khusus. 

“Berhubung otot perutnya lemah sejak lahir, jadi Sabeen perlu mengonsumsi makanan yang memudahkannya untuk BAB (buang air besar). Sabeen harus sarapan Muesli plus yogurt atau buah juga ekstra chia seed. Untuk minumannya, ia perlu minum jus atau Yakult. Dia susah sekali minum air putih. Jadi, setiap pagi, Sabeen minum dua yogurt, terus siang minum air bunga telang sebanyak 200 ml, dan saat malam, minum jus 200 ml. Bisa juga minum air yang diberi madu. Pokoknya, Sabeen maunya minum minuman yang berwarna,” jelas Devi.

BACA JUGA: Memahami Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Film

Berharap Bisa Pindah ke Luar Negeri

Yang membuat Devi dan suaminya heran saat ini adalah, tenaga Sabeen yang sangat kuat. Padahal, dulu otot Sabeen lemah sekali, seperti tidak bertulang. “Kalau Shiloh, kakaknya sedang kami dekap atau ada di sebelah kami, Sabeen akan menggeser Shiloh dengan sekuat tenaga. Sabeen memang super sensitif, lucu, dan juga jahil,” cerita Devi sambil tertawa. Devi berharap mereka sekeluarga bisa segera pindah ke Kuala Lumpur, Malaysia, menyusul sang ayah yang saat ini menetap di sana. “Di sana ADS lebih dihargai juga. Dalam artian, benar-benar diistimewakan di negara itu. Sampai difasilitasi juga untuk sekolahnya.” 

Di tengah segala tantangan mengasuh ABK (anak berkebutuhan khusus) atau special needs di Indonesia. Devi dan suaminya kerap menemukan hal-hal menarik dari Sabeen yang mampu menghibur mereka. “Sebetulnya, pikiran dan perasaan orang tua yang sedang down itu yang membuat terasa berat dalam mengasuh ABK. Misalnya, kalau tiba-tiba memikirkan kapan Sabeen bisa mandiri. Soalnya, kondisi Sabeen bukan penyakit yang bisa disembuhkan. Sabeen tidak sakit, tapi butuh terus dilatih, yang ujung-ujungnya berat pula biaya terapinya. Walaupun begitu, saya bersyukur Allah memercayakan dan memilih kami menjadi orang tua yang spesial,” pungkas Devi.


Demikianlah perjalanan Devi Natalia, seorang sosok ibu yang luar biasa dalam membesarkan anak yang mengalami Down syndrome. Bagi kamu yang sedang merawat anak dengan berbagai kelainan, semoga dengan adanya kisah ini, bisa menginspirasi kamu untuk lebih menyayangi dan merawatnya!

Share

TokopediaTokopedia

Related Articles

10 Rekomendasi Merk Pensil Warna Terbaik, Kreatifitas Semakin Bertambah!
Kids and Parenting
10 Rekomendasi Merk Pensil Warna Terbaik, Kreatifitas Semakin Bertambah!
© 2009-2024, PT Tokopedia