Tidak terasa sudah lebih dari tiga tahun lamanya Tokopedia.com diluncurkan ke umum. Padahal seperti baru kemarin, saya dan Leon berbagi ruangan di sebuah lantai ruko yang kami sewa empat tahun lalu, bermimpi tentang sebuah layanan buatan lokal yang bisa mengubah hidup orang Indonesia menjadi lebih baik.
Seiring waktu berjalan, dan perusahaan bertumbuh, dari dua orang menjadi empat puluh orang, kami pun mulai merasa khawatir, bagaimana untuk tetap mampu menjaga layanan Tokopedia agar tidak menurun. Bagaimana agar setiap individu yang bergabung di perusahaan kami punya mimpi, cita-cita dan semangat yang sama ketika Tokopedia didirikan.
Terlebih, tingkat kunjungan dan transaksi di Tokopedia bertumbuh sedemikian pesatnya, sehingga pertumbuhan kapasitas perusahaan terkadang tertinggal dan mengakibatkan penurunan kualitas layanan. Setiap minggu kami melakukan perekruitan baru, dan harus dengan cepat mampu menularkan mimpi, cita-cita, dan semangat tersebut. Untuk menjawab tantangan ini, kami pun melakukan beberapa riset dan studi banding dengan menghubungi beberapa mentor kami.
CyberAgent, salah satu mentor kami jelas memiliki pengalaman bertumbuh dari sebuah perusahaan kecil menjadi sebuah perusahaan dengan lebih dari 2.000 pegawai dan mampu bertahan menjadi salah satu perusahaan internet terbesar di negaranya. Beruntung sekali kami memiliki mentor seperti CyberAgent untuk mendengarkan langsung tentang pengalaman mereka dan bagaimana mereka melewati fase tersebut.
Lewat riset dan mempelajari pengalaman para mentor kami, kami kemudian memutuskan sudah saat nya kami memvisualisasikan mimpi, cita-cita, dan semangat itu menjadi sesuatu yang bisa selalu dibawa, dilihat, dan diingat.
Merumuskan visi dan nilai perusahaan
Masih segar juga ingatan saya ketika di tahun 2009, banyak pemuda-pemudi Indonesia mulai berlomba-lomba membangun produk kreatif lokal untuk bersaing di tengah era globalisasi. Sebuah semangat yang harusnya dari tahun-ke-tahun selalu dipupuk dan didukung oleh setiap ekosistem yang ada di Indonesia, agar Indonesia tidak terus-terusan hanya menjadi sebuah pasar.
Jika dibanding beberapa negara lain, Indonesia sudah tidak diragukan lagi tentang besarnya potensi yang ada. Namun sayangnya, prestasi di dunia digital yang paling sering diangkat, adalah prestasi kita sebagai pasar. Contohnya, dalam berbagai konferensi tech, Indonesia bangga sekali menjadi salah satu pengguna Facebook terbesar di dunia. Kita bangga ketika Jakarta terpilih sebagai kota paling aktif di twitter. Prestasi-prestasi sebagai pasar ini alangkah baiknya jika juga bisa didampingi oleh prestasi sebagai produser. Contohnya salah satu mentor Tokopedia, Batara Eto, kelahiran Indonesia malah sempat membangun salah satu sosial media terbesar di Jepang. Contoh lain, Vietnam negara tetangga kita juga berhasil berkarya dan memposisikan 5 situs lokal dalam deretan 10 situs paling sering dikunjungi di negaranya. Cina bahkan mampu menempatkan 9 situs lokal dalam deretan 10 situs paling sering dikunjungi di negaranya. Hal ini sangat timpang dibanding Indonesia yang hanya berhasil menempatkan 2 situs lokal dalam 10 situs paling sering dikunjungi di negaranya.
Dalam beberapa kesempatan saya bertemu dengan berbagai perusahaan besar maupun lembaga pemerintahan, saya juga sering mendapatkan pertanyaan apakah mampu pemuda-pemudi Indonesia membuat karya lokal yang sanggup bersaing dari sisi kualitas dengan produk-produk luar negeri? Kadang sedih rasanya ketika kita sendiri meremehkan kemungkinan bahwa kita mampu bersaing, dan mampu menjadi produsen, bukan hanya sebagai pasar.
Pertanyaan tentang mampukah Tokopedia melawan persaingan global ketika situs-situs luar masuk ke Indonesia juga menjadi salah-satu pertanyaan paling sering diterima oleh kami saat memulai mimpi ini. Sebuah pertanyaan yang tidak bisa dijawab, dan hanya bisa dibuktikan lewat perjalanan waktu. Satu cerita yang sangat menginspirasi saya adalah cerita tentang Jack Ma, seorang guru Bahasa Inggris yang kemudian menjadi pendiri dari Alibaba. Ketika kami memulai Tokopedia, saya membaca kisah Jack Ma ketika tahun 2003 eBay mengakuisisi produk lokal C2C terbesar di Cina pada saat itu, EachNet senilai 150 juta USD. Jack Ma memutuskan Alibaba juga harus mulai masuk ke pasar C2C dan mereka membangun produk baru bernama Taobao. Seluruh media heran dan mempertanyakan keputusan tersebut. Mengapa Jack Ma berani untuk masuk ke pasar yang jelas-jelas sudah dimenangkan oleh EachNet dan bahkan telah dibeli oleh raksasa C2C E-Commerce sedunia, eBay? Jack Ma menjawab sangat sederhana. Dirinya mengilustrasikan eBay sebagai ikan hiu di samudra yang luas, sementara dirinya adalah buaya di sebuah sungai yang kecil. Jika diajak bertarung di samudra, maka buaya tidak mungkin menang. Namun, jika bertarung di sungai, maka buaya lah yang akan menang. Saat membaca cerita tersebut, saya tersentak, dan sadar bahwa orang lokal selalu punya kelebihan yang unik untuk mampu bersaing di pasar global. Para pemuda-pemudi Indonesia bisa dan mampu menjadi buaya-buaya dari sungai Kapuas, menjadi raja dan produser di negaranya sendiri.
Lewat serangkaian perjalanan tersebut, akhirnya kami memutuskan visi Tokopedia sangat sederhana. Selaras dengan mimpi, cita-cita dan semangat kami, maka visi yang ingin kami bangun adalah “Membangun Indonesia lebih baik, lewat internet”. Dalam perjalanan kami membangun Tokopedia, sering kali kami menerima apresiasi dari berbagai individu dan usaha kecil menengah yang mengirimkan kartu ucapan, surat, email, sms, pesan di jejaring sosial yang berupa ucapan terima kasih karena Tokopedia telah membantu hidup mereka menjadi lebih baik. Kami ingin terus mampu melakukan hal tersebut, dan kami percaya jika kami sanggup untuk itu maka kami akan berhasil mengikuti jejak Jack Ma membangun sebuah layanan lokal yang mampu menjadi icon dan kebanggaan nasional, sekaligus bukti mampu lahirnya buaya kapuas mengalahkan hiu-hiu globalisasi.
Selengkapnya tentang visi dan nilai-nilai PT. Tokopedia.
Untuk para pemuda-pemudi Indonesia yang punya cita-cita yang sama dengan kami, kami juga undang bergabung dalam team kami.