Revolt Industry, bisnis fashion lokal asal Surabaya yang menjual barang-barang berbahan dasar kulit dan sudah terbentuk sejak tahun 2014, harus melewati asam garam kehidupan yang justru menjadi titik balik dari perjalanan bisnisnya dalam meraih kesuksesan.
Berawal dari lima orang anak muda yang memiliki keinginan untuk membuka usaha sendiri ketika baru menyelesaikan kuliah, Agung Dwi Kurnianto dan teman-temannya bermodal nekat membangun bisnis yang dimulai dari garasi kecil di sebuah rumah.
Menurut Agung, “modal dengkul” merupakan istilah yang tepat untuk menggambarkan keadaan mereka pada saat itu. Dengan mengandalkan keberanian, Revolt Industry memulai semuanya secara otodidak. Latar belakang pendidikan yang beragam pun tidak menghalangi mereka untuk belajar hal-hal baru seperti berbisnis, mengatur finansial, manajemen, hingga belajar menjahit.
Ketika ditanya alasan mengapa memilih fashion industri untuk bisnisnya, Agung mengatakan bahwa ini merupakan mimpi yang ingin sekali diwujudkannya. Agung dan teman-temannya ingin menghilangkan stigma bahwa untuk memiliki barang bagus dan berkualitas hanya bisa didapatkan lewat produk import.
Revolt Industry ingin membuktikan bahwa brand lokal juga dapat menghasilkan produk fashion berkualitas. Melalui berbagai riset, akhirnya Agung dan tim dapat memproduksi barang-barang berkualitas yang terbuat dari kulit.
Bahkan, bahan kulit terbaik pun ternyata bisa ditemukan di dalam negeri, yakni berasal dari kulit sapi di wilayah Jawa. Hal ini semakin mendorong semangat Revolt Industry untuk membuktikan bahwa anak muda Indonesia dapat menciptakan produk yang tak kalah hebatnya dengan produk impor.
Kiat bertahan bermodal harapan
Tahun 2014 dapat dibilang menjadi tahun yang penuh kejutan sekaligus menjadi tahun yang tidak akan pernah terlupakan bagi Revolt Industry. Tak hanya menjadi tahun dimana bisnis ini terbentuk, namun tahun 2014 juga merupakan tahun dimana bisnis ini mendapatkan antusiasme yang begitu besar dari masyarakat.
Saat pertama kali mengikuti pameran di sebuah acara, semua barang yang dijual habis tak tersisa. Hal ini merupakan sebuah langkah dan awal yang baik untuk memulai bisnis. Namun, di akhir tahun 2014, Revolt Industry mengalami musibah dimana workshop atau tempat usahanya habis terbakar dan tidak menyisakan apapun. Seluruh modal, material, hingga tabungan pun ikut terbakar.
Tidak sampai di situ, setelah satu bulan vakum dan perlahan bangkit, Revolt Industry pindah ke sebuah kontrakan. Namun, musibah lain pun justru datang silih berganti. Sudah jatuh tertimpa tangga, Revolt Industry diterpa bencana banjir, kehilangan aset-aset berharga akibat dirampok, hingga pandemi yang menambah beban.
Walau diterpa musibah yang bertubi-tubi, hal tersebut tidak menyurutkan semangat Agung dan kawan-kawan. Sampai pada hari ini, Agung melihat bahwa semua kejadian itu merupakan titik balik yang dapat membuatnya semakin kuat. Agung dan kawan-kawan sadar bahwa strategi bisnis bukan lah satu-satunya hal yang diperlukan untuk dapat bangkit dari keterpurukan.
“Awalnya bingung karena saat itu baru memulai usaha, tapi sekarang akhirnya paham bahwa yang terpenting bukan soal strategi bisnis, namun semangat dan passion yang ada di dalam diri kita. Masih ada harapan dan semangat untuk bangkit atau tidak?”, kata Agung.
Semangat dan harapan itu lah yang akhirnya menjadi modal untuk Revolt Industry dapat bertahan serta kembali bangkit untuk memenangkan pertempuran. Selaras dengan makna dari nama Revolt yang diartikan sebagai perjuangan atau perlawanan, Agung dan teman-teman pun dapat kembali berjuang demi mempertahankan bisnis mereka.

Bak di medan pertempuran, menyerang adalah strategi untuk menang
Layaknya di medan pertempuran, Revolt Industry harus berusaha untuk memenangkan peperangan lainnya. Kali ini adalah pertempuran melawan pandemi. Meski mengalami penurunan omzet hingga 80%, Agung dan rekan-rekannya tidak ingin mengurangi karyawan yang saat itu telah berjumlah 40 orang.
Saat itu, Agung memiliki tekad untuk tidak menyerah dan pasrah pada keadaan. Akhirnya, ia pun membuat kampanye bernama “Cofight 19” dimana ia memberikan diskon sebesar 40% dan 10%nya disumbangkan kepada sebuah yayasan untuk membantu masyarakat yang terdampak COVID 19.
Tidak sampai disitu, Revolt Industry juga mengadakan kampanye lain bernama Play Role yang bertujuan untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam membantu pemulihan ekonomi dengan membeli produk lokal dari pedagang-pedagang kecil, warung, dan UMKM.
Kampanye ini diluncurkan tanpa mengambil untung. Menurut Agung, yang terpenting pada saat itu adalah bagaimana memulihkan ekonomi dan membuat seluruh lapisan masyarakat dapat kembali berdaya.
Agung percaya bahwa strategi menyerang merupakan jalan terbaik yang dapat ditempuh untuk dapat bangkit. Tanpa perlu berpikir panjang, Agung memutuskan untuk merangkul tantangan dengan membuka toko offline pertamanya. Toko offline ini dimanfaatkan sebagai sebuah galeri agar masyarakat dapat melihat produknya secara langsung.
Pemanfaatan kanal digital juga tak luput dari bagian perencanaan strateginya. Dengan menggunakan platform online seperti Tokopedia, Agung dapat memasarkan produknya dengan lebih luas. Walaupun berada di Surabaya, pelanggannya justru kebanyakan berasal dari Jakarta, bahkan sampai ke Papua.
Berbagai manfaat yang ditawarkan memudahkan Agung dan tim dalam mengelola toko onlinenya. Menurutnya, ia dapat mengatur sendiri tampilan toko hingga jadwal operasional. Terlebih, Tokopedia juga menyediakan fitur Seller Dashboard yang membantunya dalam menganalisa omzet.
Berbekal harapan dan keyakinan, Agung siap untuk menghadapi pertempuran-pertempuran selanjutnya untuk memeluk kemenangan.