“Saya sudah 21 tahun bertani, menggarap lahan bukan kerjaan baru buat saya. Tapi menggarap lahan milik umat, kebahagiaan terbesar buat saya” – Ade Suherlan (59 tahun)
Indonesia, bangsa yang amat kaya raya. Ada puluhan ribu pulau, lahan pertanian dan hutan yang terhampar, lautan dengan beraneka ragam ekosistem, belum lagi tambang dan kekayaan mineral lainnya. Hanya ada dua musim di negeri ini, hujan dan kemarau. Hujan yang panjang dengan intensitas tinggi menumbuhkan berbagai macam tanaman yang bermanfaat bagi kita. Negara manakah yang bisa menyaingi kekayaan alam ini? Tentu tidak ada.
Wajar bila kekayaan alam kita menjadi incaran asing. Data The Institute For Global Justice (IGJ) menyatakan bahwa hingga tahun 2015, seluas 175 juta hektar atau setara 93 persen luas daratan di Indonesia dimiliki para pemodal swasta/asing. Belum lagi, penguasaan perusahaan tambang dan mineral serta beberapa kasus pencurian ikan membuat kondisi penduduk kita, terutama warga lokal di pedesaan semakin terhimpit.
Sadar akan kenyataan tersebut, Dompet Dhuafa bersama puluhan tokoh motivator, pengusaha, artis, dan penulis menginisiasi Gerakan Indonesia Berdaya pada tahun 2013. Gerakan ini bertujuan untuk menyelamatkan lahan produktif di Indonesia. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah membeli lahan produktif di Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, Jawa Barat yang tidak terkelola untuk dimanfaatkan oleh masyarakat setempat yang tergolong kurang mampu. Lahan seluas 10 hektar tersebut ditanami beberapa komoditas buah-buahan seperti buah naga, jambu kristal, beraneka ragam pisang, nanas Subang, pepaya kalina, serta membudidayakan ternak domba gibas dan domba garut.
Saat ini, ada 25 orang penerima manfaat langsung serta 1.160 penerima manfaat tidak langsung dari program ini. Sahrun (58), salah satu petani buah naga yang dibina oleh Dompet Dhuafa mengatakan dirinya sangat senang dengan adanya program ini. Sebelumnya Sahrun hanya dapat hasil ketika panen saja, namun melalui program ini ia dibayar tiap satu minggu dengan upah Rp50 ribu per hari. “Dulu setiap panen saya dibagi keuntungan dengan pemilik modal sekitar 150-300 ribu rupiah, tergantung banyaknya panen. Sekarang saya sangat senang dengan adanya Dompet Dhuafa ,” ujarnya.
Model pengelolaan lahan Indonesia Berdaya di Cirangkong ini adalah integrated farming, sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang. Limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan kompos. Kotoran ternak pun dapat digunakan untuk pupuk tanaman. Target yang diharapkan adalah peningkatan pendapatan dari penerima manfaat yang tergolong ke dalam kategori mustahik (penerima zakat) menjadi muzakki (pemberi zakat). Ada dua konsep penghasilan yang diterapkan di kawasan terpadu Indonesia Berdaya. Di tahap awal, para petani mendapat upah dari gerakan Indonesia Berdaya. Setelah profit dari hasil pertanian diketahui, diberlakukan sistem bagi hasil antara para petani dan pemilik modal, yang mana pemilik modal adalah koperasi yang pengurusnya terdiri dari petani di desa tersebut.
Selain pengelolaan kawasan terpadu ini, Dompet Dhuafa melalui Program Ekonomi Unggulan juga menginisiasi Kampung Agroindustri. Potensi nanas sangat melimpah di Subang, namun banyak yang tidak terkelola. Melalui industri kecil yang mengolah nanas menjadi puree yang dikelola kelompok tani tersebut, dapat meningkatkan harga jual produk petani yang cenderung rendah karena ikatan tengkulak dan lemahnya penguasaan pasar. Belum lagi keterlibatan anggota keluarga petani sebagai pengupas nanas, sehingga otomatis akan meningkatkan pendapatan keluarga tersebut. Program Kampung Agroindustri ini merupakan bentuk kelanjutan program sebelumnya dalam menguasai aset produktif yang tidak terkelola sehingga mewujudkan Indonesia Berdaya.
Dengan berkurban secara online, anda telah turut berpatisipasi membantu sesama secara praktis, tepat & cepat. Tokopedia berkerja sama dengan Rumah Zakat, BAZNAS, PKPU dan Dompet Dhuafa untuk menyalurkan daging kurban secara langsung kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan. Ayo ikut berkurban dimulai dari Tokopedia!