Atur jumlah dan catatan
Stok Total: Sisa 1
Subtotal
Rp165.000
Amrus Natalsya, Mutiara dari Bumi Tarung - Ez Halim
Rp165.000
- Kondisi: Baru
- Min. Pemesanan: 1 Buah
- Etalase: Semua Etalase
Baru!!!
Buku ini berisi data–data historis konstelasi senirupa dan politik era 1960–an, dalam ramuan biografi Amrus Natalsya. Politik era 60–an secara keseluruhan nyaris menunjukkan fakta–fakta yang belum bisa kita yakini. Kesangsian tersebut timbul karena seseungguhnya saat itu terjadi pergolakan politik yang luar biasa. Namun, sejarah nampaknya tidak dapat menyentuh hal itu secara langsung. Yang menjadi pertanyaan, apakah seniman tidak perduli dengan keadaan politik saat itu? Pada tahun 1961, Amrus Natalsya bersama teman–temannya dari Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), antara lain Isa Hasanda, Misbah Thamrin dan Joko Pekik, mendirikan Sanggar Bumi Tarung, yang berada di bawah Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) di Yogyakarta.
.
Pada masa tersebut, Lekra termasuk salah satu lembaga kebudayaan yang aktif untuk melakukan pendidikan politik dikalangan seniman. Selain itu, Lekra dianggap memiliki konsep yang jelas tentang kemana dan bagaimana kebudayaan Indonesia akan diarahkan selanjutnya. Rakyat Indonesia merupakan bagian dari rakyat dunia. Pada saat itu (1961), rakyat sedang bertarung, yaitu antara neo kolonialisme dengan kekuatan sosialis, atau 'old deforce' dengan 'nefocre'. 'Neforce' adalah kekuatan sosialis, nasional yang progresif, dan rakyat yang anti penindasan. 'Old deforce' adalah kapitalis yang menjajah.
.
Rakyat Indonesia waktu itu sebagian besar merupakan buruh dan tani. Inilah yang menjadi dasar garapan Sanggar Bumi Tarung, yaitu menggambarkan perjuangan peranan buruh dan tani.
.
#bukusenirupa #senirupaIndonesia #artbook #bookaboutart #bookofart #sanggarbumitarung #misbachtamrin #amrusnatalsyadanbumitarung #bukuamrusnatalsya #ezhalim #agusdermawant #amrusnatalsyamutiaradaribumitarung #bukulekra #bukusanggarbumitarung #sejarahsenirupa #sejarahindonesia
Buku ini berisi data–data historis konstelasi senirupa dan politik era 1960–an, dalam ramuan biografi Amrus Natalsya. Politik era 60–an secara keseluruhan nyaris menunjukkan fakta–fakta yang belum bisa kita yakini. Kesangsian tersebut timbul karena seseungguhnya saat itu terjadi pergolakan politik yang luar biasa. Namun, sejarah nampaknya tidak dapat menyentuh hal itu secara langsung. Yang menjadi pertanyaan, apakah seniman tidak perduli dengan keadaan politik saat itu? Pada tahun 1961, Amrus Natalsya bersama teman–temannya dari Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), antara lain Isa Hasanda, Misbah Thamrin dan Joko Pekik, mendirikan Sanggar Bumi Tarung, yang berada di bawah Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) di Yogyakarta.
.
Pada masa tersebut, Lekra termasuk salah satu lembaga kebudayaan yang aktif untuk melakukan pendidikan politik dikalangan seniman. Selain itu, Lekra dianggap memiliki konsep yang jelas tentang kemana dan bagaimana kebudayaan Indonesia akan diarahkan selanjutnya. Rakyat Indonesia merupakan bagian dari rakyat dunia. Pada saat itu (1961), rakyat sedang bertarung, yaitu antara neo kolonialisme dengan kekuatan sosialis, atau 'old deforce' dengan 'nefocre'. 'Neforce' adalah kekuatan sosialis, nasional yang progresif, dan rakyat yang anti penindasan. 'Old deforce' adalah kapitalis yang menjajah.
.
Rakyat Indonesia waktu itu sebagian besar merupakan buruh dan tani. Inilah yang menjadi dasar garapan Sanggar Bumi Tarung, yaitu menggambarkan perjuangan peranan buruh dan tani.
.
#bukusenirupa #senirupaIndonesia #artbook #bookaboutart #bookofart #sanggarbumitarung #misbachtamrin #amrusnatalsyadanbumitarung #bukuamrusnatalsya #ezhalim #agusdermawant #amrusnatalsyamutiaradaribumitarung #bukulekra #bukusanggarbumitarung #sejarahsenirupa #sejarahindonesia
Ada masalah dengan produk ini?
ULASAN PEMBELI

Belum ada ulasan untuk produk ini
Beli produk ini dan jadilah yang pertama memberikan ulasan