5.0/ 5.0
100% pembeli merasa puas
10 rating • 4 ulasan
5(10)100%
4(0)0%
3(0)0%
2(0)0%
1(0)0%
Atur jumlah dan catatan
Stok Total: 95
harga sebelum diskonRp75.000
Subtotal
Rp48.750
Bertutur di Ujung Jempol - Esai Bahasa, Pendidikan, dan Demokrasi
Rp48.750
diskon 35%
Harga sebelum diskon Rp75.000
- Kondisi: Baru
- Min. Pemesanan: 1 Buah
- Etalase: PROMO ULTAH
Buku Original
Ukuran buku: 13x19 cm, 200 halaman
Penulis: Gufran A. Ibrahim
Tahun terbit: 2022
Ada empat tema penting dalam buku ini: bahasa, pendidikan, agama, dan demokrasi. Sepintas empat tema ini tampaknya tidak berkelindan. Tetapi kalau disimak baik-baik, sesungguhnya ada benang merah yang menautkannya. Cara berbicara atau cara bertutur, juga pilihan kata sekelompok— kalau tidak bisa dibilang semua lapis masyarakat—warga Indonesia di era media sosial, era di mana manusia-manusia sedang bermetamorfosis menjadi “manusia daring”, mencerminkan kualitas keberagamaan, kepandaian, dan kualitas berdemokrasi.
Relasi antara empat tema dalam dalam buku ini terangkum dalam satu frasa kunci “realitas literasi kewargaan masyarakat dan para elite” yang terdidik itu dalam beragama dan berdemokrasi. Nyaris sama cara berbicara, cara bertutur, atau cara berpandangan warga dan elite itu saat berinteraksi di dunia maya: terjebak ke dalam saling menegasikan, mengklaim sedang berdialog, tetapi sesungguhnya merayakan monolog besar dalam bahasa kedakuan.
Ukuran buku: 13x19 cm, 200 halaman
Penulis: Gufran A. Ibrahim
Tahun terbit: 2022
Ada empat tema penting dalam buku ini: bahasa, pendidikan, agama, dan demokrasi. Sepintas empat tema ini tampaknya tidak berkelindan. Tetapi kalau disimak baik-baik, sesungguhnya ada benang merah yang menautkannya. Cara berbicara atau cara bertutur, juga pilihan kata sekelompok— kalau tidak bisa dibilang semua lapis masyarakat—warga Indonesia di era media sosial, era di mana manusia-manusia sedang bermetamorfosis menjadi “manusia daring”, mencerminkan kualitas keberagamaan, kepandaian, dan kualitas berdemokrasi.
Relasi antara empat tema dalam dalam buku ini terangkum dalam satu frasa kunci “realitas literasi kewargaan masyarakat dan para elite” yang terdidik itu dalam beragama dan berdemokrasi. Nyaris sama cara berbicara, cara bertutur, atau cara berpandangan warga dan elite itu saat berinteraksi di dunia maya: terjebak ke dalam saling menegasikan, mengklaim sedang berdialog, tetapi sesungguhnya merayakan monolog besar dalam bahasa kedakuan.
Ada masalah dengan produk ini?