Penanggalan Jawa diberlakukan oleh Raja Mataram Sultan Agung Hanyakrakusuma pada Jumungah Legi 1 Sura 1555, wuku Kulawu, tahun Alip, windu Kuntara untuk bumi Mataram beserta seluruh wilayah kekuasaannya. Keputusan yang dilandasi keadaan politik di Mataram tersebut merupakan kecerdasan budaya: penegasan jatidiri kejawaan, merangkum unsur budaya yang berlaku pada saat itu, dan pernyataan bahwa kebudayaan Jawa sudah berlangsung selama berabad-abad jauh sebelum Hindu-Buddha masuk ke Jawa.
Penanggalan Jawa, sebagai penanda dan sistem perhitungan waktu, mencerminkan cara berpikir orang Jawa yang induktif serta ketelitian dan kecermatan dalam mengelola waktu. Penanggalan Jawa bukan hanya mengandung berbagi jenis hari—berdaur lima, enam, tujuh, delapan, dan sembilan—tanggal, bulan, dan tahun, tetapi juga wuku, windu, dan pranata mangsa yang kesemuanya berpengaruh pada kehidupan manusia dan alam.