Atur jumlah dan catatan
Stok Total: 11
Subtotal
Rp36.000
Novel Pohon-pohon yang Ditanam setelah Luka Karya Setiawan Chogah
Rp36.000
Pilih sampul: 2 sampul
- Kondisi: Baru
- Min. Pemesanan: 1 Buah
- Etalase: Semua Etalase
Pohon-pohon yang Ditanam setelah Luka – Setiawan Chogah
⸻
Tentang Buku:
Ada luka yang tak disembuhkan waktu, tetapi bisa ditenangkan oleh pohon-pohon yang tumbuh darinya. Ada cinta yang sulit diberi nama, namun tetap memilih menjadi rumah-meski tak pernah dimiliki.
-
Inilah kisah Raif, penulis yang hidupnya lebih akrab dengan hening daripada sorak. Ia menata rumah kecil, menanam Ficus virens, Michelia champaca, Nepenthes mirabilis, zaitun, hingga mangga. Setiap daun adalah doa yang menahan kalimat agar tidak melukai. Lalu ada Rangga, anggota satuan berseragam hitam: gagah di lapangan, rapuh dalam sunyi. Hidupnya adalah apel, bus satuan, bandara, misi, dan "pulang" yang kerap tertunda.
-
Mereka bertemu bukan untuk saling memiliki, melainkan untuk belajar bertahan dengan cara paling sederhana: mendengar, menjaga, menunggu. Dari kursi beton taman, dari sepatu roda kecil Keira, dari wangi cendana yang singgah di pergelangan, sampai selembar surat yang ditinggalkan di meja bersama kunci rumah.
-
Novel ini juga tentang Dinda-ketabahan yang memilih damai; Keira-anak yang memberi nama pada pohon seolah pohon pun bisa menjadi ayah kedua; Ayra-editor yang berani jujur; dan Amar-kawan yang datang membawa napas pelan. Mereka bukan sekadar tokoh; mereka adalah cara kisah ini menanam akar.
-
"Pohon-pohon yang Ditanam setelah Luka" adalah novel tentang rumah dan jalan pulang. Tentang cinta yang berakar tanpa harus menguasai, tentang kehilangan yang justru menumbuhkan bayang, wangi, dan teduh. Bila kau pernah menyimpan rahasia yang tak boleh diucapkan, mencintai seseorang yang tak bisa kau miliki, atau kembali ke rumah yang sudah berubah, mungkin di antara cabang-cabang cerita ini kau akan menemukan dirimu sendiri.
-
Sebab pulang bukanlah alamat. Pulang adalah cara berjalan.
⸻
Edisi Extended (Cetakan Kedua, Oktober 2025)
Tambahan 1 bab baru dan 10 halaman baru hasil catatan Raif versi nyata.
Bahasa diperhalus, detail mikro disempurnakan, napas kisah lebih utuh.
Diterbitkan oleh Techfin Insight.
⸻
Spesifikasi:
• 246 halaman
• Ukuran: 14 cm x 21,6 cm
• Opsi sampul: Softcover dan Hardcover
• Dicetak di kertas book paper cream ramah baca
⸻
Beberapa kutipan dari buku:
"Beberapa luka, ketika dibiarkan duduk, kelak bisa menjadi rumah bagi orang lain untuk kembali."
"Ada kata-kata yang tidak pernah kita sebut; bukan karena kita tidak tahu, tapi karena menyebutnya berarti kita harus berhenti berbohong pada diri sendiri."
“Aku pernah berat dalam hal lain. Tidak semua orang menang dalam perang yang sama, tapi kita semua pernah kalah di tempat yang tak pernah kita ceritakan. Jadi, kalau kau malu, kau tidak sendirian.”
"Pernikahan bukan upacara, melainkan keputusan yang diperbarui setiap hari. Setia bukan soal tidak pernah tergoda, melainkan tetap memilih kembali—meski ketika jalan pulang samar tertutup kabut"
"Ada orang yang pulang bukan karena menang, melainkan karena ingin mulai lagi. Ada orang yang tinggal—cukup membawa tempat dan kesabaran agar tidak pergi."
"Tidak semua yang tenang adalah larangan bicara. Diam itu juga cara agar kalimat bisa lahir dengan benar."
"Jangan membiarkan diam menjadi cara halus menolak orang yang kau tahu ingin hidup di sekitarmu. Diam itu bisa menjadi kejam.”
"Ada malam ketika aku ingin menjadi kota kecil tanpa lampu, supaya kau lupa jalan pulang. Tapi ada pagi ketika aku ingin menjadi peta, supaya kau bisa menemukan dirimu sendiri."
⸻
Cocok untuk kamu yang:
Menyukai prosa reflektif, metaforis, dan menenangkan
Mencari bacaan yang menyentuh tentang cinta, kehilangan, dan penerimaan
Ingin menghadiahkan bacaan bermakna bagi seseorang yang sedang belajar pulih
⸻
Setiap eksemplar dikemas dengan hati-hati, disertai pesan kecil dan tanda tangan dari penulis.
Kirim langsung dari oleh penulis.
⸻
Tentang Buku:
Ada luka yang tak disembuhkan waktu, tetapi bisa ditenangkan oleh pohon-pohon yang tumbuh darinya. Ada cinta yang sulit diberi nama, namun tetap memilih menjadi rumah-meski tak pernah dimiliki.
-
Inilah kisah Raif, penulis yang hidupnya lebih akrab dengan hening daripada sorak. Ia menata rumah kecil, menanam Ficus virens, Michelia champaca, Nepenthes mirabilis, zaitun, hingga mangga. Setiap daun adalah doa yang menahan kalimat agar tidak melukai. Lalu ada Rangga, anggota satuan berseragam hitam: gagah di lapangan, rapuh dalam sunyi. Hidupnya adalah apel, bus satuan, bandara, misi, dan "pulang" yang kerap tertunda.
-
Mereka bertemu bukan untuk saling memiliki, melainkan untuk belajar bertahan dengan cara paling sederhana: mendengar, menjaga, menunggu. Dari kursi beton taman, dari sepatu roda kecil Keira, dari wangi cendana yang singgah di pergelangan, sampai selembar surat yang ditinggalkan di meja bersama kunci rumah.
-
Novel ini juga tentang Dinda-ketabahan yang memilih damai; Keira-anak yang memberi nama pada pohon seolah pohon pun bisa menjadi ayah kedua; Ayra-editor yang berani jujur; dan Amar-kawan yang datang membawa napas pelan. Mereka bukan sekadar tokoh; mereka adalah cara kisah ini menanam akar.
-
"Pohon-pohon yang Ditanam setelah Luka" adalah novel tentang rumah dan jalan pulang. Tentang cinta yang berakar tanpa harus menguasai, tentang kehilangan yang justru menumbuhkan bayang, wangi, dan teduh. Bila kau pernah menyimpan rahasia yang tak boleh diucapkan, mencintai seseorang yang tak bisa kau miliki, atau kembali ke rumah yang sudah berubah, mungkin di antara cabang-cabang cerita ini kau akan menemukan dirimu sendiri.
-
Sebab pulang bukanlah alamat. Pulang adalah cara berjalan.
⸻
Edisi Extended (Cetakan Kedua, Oktober 2025)
Tambahan 1 bab baru dan 10 halaman baru hasil catatan Raif versi nyata.
Bahasa diperhalus, detail mikro disempurnakan, napas kisah lebih utuh.
Diterbitkan oleh Techfin Insight.
⸻
Spesifikasi:
• 246 halaman
• Ukuran: 14 cm x 21,6 cm
• Opsi sampul: Softcover dan Hardcover
• Dicetak di kertas book paper cream ramah baca
⸻
Beberapa kutipan dari buku:
"Beberapa luka, ketika dibiarkan duduk, kelak bisa menjadi rumah bagi orang lain untuk kembali."
"Ada kata-kata yang tidak pernah kita sebut; bukan karena kita tidak tahu, tapi karena menyebutnya berarti kita harus berhenti berbohong pada diri sendiri."
“Aku pernah berat dalam hal lain. Tidak semua orang menang dalam perang yang sama, tapi kita semua pernah kalah di tempat yang tak pernah kita ceritakan. Jadi, kalau kau malu, kau tidak sendirian.”
"Pernikahan bukan upacara, melainkan keputusan yang diperbarui setiap hari. Setia bukan soal tidak pernah tergoda, melainkan tetap memilih kembali—meski ketika jalan pulang samar tertutup kabut"
"Ada orang yang pulang bukan karena menang, melainkan karena ingin mulai lagi. Ada orang yang tinggal—cukup membawa tempat dan kesabaran agar tidak pergi."
"Tidak semua yang tenang adalah larangan bicara. Diam itu juga cara agar kalimat bisa lahir dengan benar."
"Jangan membiarkan diam menjadi cara halus menolak orang yang kau tahu ingin hidup di sekitarmu. Diam itu bisa menjadi kejam.”
"Ada malam ketika aku ingin menjadi kota kecil tanpa lampu, supaya kau lupa jalan pulang. Tapi ada pagi ketika aku ingin menjadi peta, supaya kau bisa menemukan dirimu sendiri."
⸻
Cocok untuk kamu yang:
Menyukai prosa reflektif, metaforis, dan menenangkan
Mencari bacaan yang menyentuh tentang cinta, kehilangan, dan penerimaan
Ingin menghadiahkan bacaan bermakna bagi seseorang yang sedang belajar pulih
⸻
Setiap eksemplar dikemas dengan hati-hati, disertai pesan kecil dan tanda tangan dari penulis.
Kirim langsung dari oleh penulis.
Ada masalah dengan produk ini?
ULASAN PEMBELI

Belum ada ulasan untuk produk ini
Beli produk ini dan jadilah yang pertama memberikan ulasan