Jawa Bö'e'i Giyügun (PETA) dan Giyügun Sumatra adalah perintis perjuangan kemerdekaan yang menjadi inti dari BKR pada awal revolusi. Baik Jawa Bõ'e'i Giyügun maupun Giyügun Sumatra mula- mula dibentuk untuk kepentingan per- tahanan tentara Jepang pada 1943, yaitu untuk mobilisasi tenaga rakyat Indonesia terhadap invasi tentara Sekutu. Kebetulan, kepentingan rakyat Indonesia dan tentara Jepang cocok sehingga bangsa Indonesia antusias saat Jepang mengumumkan pem- bentukan pasukan Indonesia itu. Sumber foto sampul depan dan belakang Repro Majalah Djawa Вагов, Edisi 22. 15 November 1943 Kedua giyūgun itu sifatnya suka- rela dan mandiri dari tentara Jepang. Di Jawa, unit PETA yang paling besar disebut daidan (batalyon) dan terdiri dari kurang lebih 500 prajurit. Di seluruh Jawa terbentuk 66 daidan dengan sekitar 35.000 prajurit. Jumlah itu sebenarnya lebih besar daripada jumlah prajurit Jepang yang ada di Jawa. Sebanyak 66 daidan tersebar di setiap keresidenan. Adapun Giyūgun Sumatra juga dibentuk di seluruh Sumatra dan diperkirakan mempunyai puluhan ribu prajurit. Baik di Jawa maupun di Sumatra, perwira Indonesia diberi pendidikan militer yang kualitasnya cukup tinggi sehingga mereka mampu membentuk pasukan untuk perjuangan kemerdekaan sesudah Proklamasi. Mantan perwira PETA dan Giyūgun Sumatra memegang peranan penting dalam TNI sesudah selesai revolusi. "Tulisan Aiko Kurasawa tentang lahirnya Tentara Pembela Tanah Air (PETA) menarik dalam beberapa hal. Dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar, ia menggarap bahan-bahan Jepang tentang pembentukan PETA, yang belum pernah diungkapkan dengan baik. Dari tulisan ini, kita dapat berkenalan dengan proses pembentukan watak kemiliteran dari tokoh-tokoh muda, yang kemudian akan memegang peranan penting dalam masa perjuangan kemerdekaan." Taufik Abdullah Direktur Leknas LIPI (1974-1978), Ketua LIPI (2000-2002)