Atur jumlah dan catatan
Stok Total: Sisa 2
Subtotal
Rp60.000
Buku Cinta Tak Berhenti Di Lampu Merah - Nizar Qabbani - Circa
Rp60.000
- Kondisi: Baru
- Min. Pemesanan: 1 Buah
- Etalase: Semua Etalase
Nizar mulai menulis puisi sejak umur 16 tahun, menerbitkan buku puisi pertamanya pada tahun 1944 ketika masih menjadi mahasiswa, Qalat li al-Samra’. Puisi-puisinya ditulis dengan bahasa yang sederhana, jelas dan terkadang erotis, diminati oleh hampir seluruh pemuda, namun mendapatkan kritik tajam lantaran dianggap menghina Tuhan. Dalam antologi berikutnya Nizar banyak menulis dari sudut pandang perempuan dan menyuarakan kebebasan di tengah budaya patriarkal. Selain ditujukan kepada seluruh perempuan Arab, Nizar menulis puisi-puisi pembebasan perempuan lantaran peristiwa tragis yang menimpa kakak perempuannya ketika Nizar masih berusia 15 tahun. Saat itu, kakaknya bunuh diri lantaran menolak dinikahkan dengan lelaki yang tidak dicintainya.
Banyak penyair yang beralih ke tema politik setelah Perang Enam Hari (1967) antara Israel dan tiga negara Arab, Mesir, Yordania dan Suriah. Perang tersebut disebut juga Musibah Kemunduran (al-Naksah) terutama bagi Palestina yang beberapa wilayahnya diambil alih oleh Israel. Nizar, bersama penyair lainnya, banyak mengkritik pemimpin Arab lantaran kekalahan tersebut.
Keseragaman tema puisi Arab pasca Perang Enam Hari justru mengangkat nama Nizar ke permukaan. Jika kolom-kolom puisi dipenuhi dengan umpatan dan amarah, Nizar justru mempertahankan diksi-diksi keperempuanan dan erotisme, melakukan pembaruan dalam konsepsi tentang cinta untuk mengkritik pemerintah dan negara-negara Arab: cinta kepada perempuan, keluarga dan negara berjalin-kelindan dalam puisi-puisinya.
_
Kondisi Buku: Baru
Banyak penyair yang beralih ke tema politik setelah Perang Enam Hari (1967) antara Israel dan tiga negara Arab, Mesir, Yordania dan Suriah. Perang tersebut disebut juga Musibah Kemunduran (al-Naksah) terutama bagi Palestina yang beberapa wilayahnya diambil alih oleh Israel. Nizar, bersama penyair lainnya, banyak mengkritik pemimpin Arab lantaran kekalahan tersebut.
Keseragaman tema puisi Arab pasca Perang Enam Hari justru mengangkat nama Nizar ke permukaan. Jika kolom-kolom puisi dipenuhi dengan umpatan dan amarah, Nizar justru mempertahankan diksi-diksi keperempuanan dan erotisme, melakukan pembaruan dalam konsepsi tentang cinta untuk mengkritik pemerintah dan negara-negara Arab: cinta kepada perempuan, keluarga dan negara berjalin-kelindan dalam puisi-puisinya.
_
Kondisi Buku: Baru
Ada masalah dengan produk ini?
ULASAN PEMBELI

Belum ada ulasan untuk produk ini
Beli produk ini dan jadilah yang pertama memberikan ulasan