Kisah bermula dari Zaman Zulkarnaen, seorang mahasiswa Universitas Oxford yang menjadi junior associate pada sebuah firma hukum ternama di pusat Kota London. Setelah dua tahun bekerja di sana, ia sama sekali tak menyangka akan mendapatkan kasus penyelesaian pembagian warisan yang besarnya dapat menyaingi kekayaan Ratu Inggris.
Bila dapat menyelesaikan kasus ini, partner firmanya menjanjikan kursi lawyer untuk Zaman. Tawaran yang sangat menarik. Tapi untuk dapat menyelesaikannya, ia harus menghadapi kejutan yang melingkupi sang pemilik warisan.
Kejutan pertama, dengan kekayaan yang mencapai satu miliar pounsterling atau setara dengan 19 triliun rupiah, sang almarhum yang merupakan warga negara Inggris menghabiskan sisa hidupnya dengan tinggal di panti jompo Kota Paris. Kejutan kedua, sang almarhum bernama Sri Ningsih, adalah seorang perempuan Jawa tulen dari Indonesia, sama dengan Zaman.
Namun, dengan data yang minim mengenai kehidupan Sri Ningsih, Zaman tak memiliki pilihan selain menelusuri jejak wanita itu dari awal kehidupannya.
Sulit bagi Zaman untuk mencari orang yang masih hidup dan mengingat kejadian yang berlangsung pada 1940-an, tahun kelahiran Sri Ningsih. Zaman hampir menyerah. Tapi beruntung ada seorang nelayan tua yang baru saja pulang melaut beberapa minggu, hadir dan menceritakan kehidupan Sri Ningsih.
Dari satu informan ke informan lainnya, dari satu kota ke kota lainnya, Zaman menelusuri kehidupan Sri Ningsih. Sumbawa, Surakarta, Jakarta, London, Paris, dan seluruh dunia tempat Sri Ningsih menghabiskan waktu-waktu terakhirnya. Dengan informasi mengenai ahli waris yang muncul kemudian menghilang lagi, Zaman mempelajari banyak hal tentang klien yang harta warisannya luar biasa besar ini.
Hingga akhir hayatnya, Sri tetap dihantui masa lalu yang menyakitkan. Atas nama seluruh luka yang dimiliki kliennya, Zaman menghadapi masa lalu Sri Ningsih, meski harus berhadapan dengan pilihan hidup atau mati.