• socmed Facebook icon
  • socmed Instagram icon
  • socmed Twitter icon
  • socmed Youtube icon
Tokopedia
Tokopedia Blog - Home
MORE STORIES

Arti dan Tanda Quiet Quitting yang Ramai di Medsos, Positif atau Negatif?

Share

Arti dan Tanda Quiet Quitting yang Ramai di Medsos, Positif atau Negatif?

Kenali tren quiet quitting, fenomena dunia kerja terbaru untuk keseimbangan antara hidup pribadi dan pekerjaan yang lebih baik!


Kalau membicarakan soal dunia kerja, pasti ada saja hal menarik yang harus dibahas. Mulai dari tingkah laku rekan kerja dan atasan yang menyebalkan, porsi kerja yang tidak sesuai, penyelewengan kekuasaan, hingga gaji yang tidak kunjung turun sering menjadi permasalahan yang menghiasi dunia kerja. Kali ini, ada tren baru yang muncul di dunia kerja, yaitu quiet quitting.

Berlawanan dengan nama istilah ini, quiet quitting bukan berarti resign dari pekerjaan, lho. Quiet quitting merupakan pendekatan baru terhadap pekerjaan, yaitu dengan melakukan pekerjaan seperlunya. Saat ini, banyak orang dari kalangan Gen Z mulai melakukan praktek ini.

Baru-baru ini, fenomena quiet quitting juga mulai ramai dibicarakan di media sosial. Yuk kenali lebih jauh tentang tren quiet quitting, tanda-tandanya, serta dampak quiet quitting!

Baca Juga: Contoh Surat Izin Tidak Masuk Kerja dan Cara Membuatnya

Tren Quiet Quitting di Media Sosial

Penasaran dengan tren quiet quitting yang lagi tren di media sosial? ketahui pengertian, penyebab, tanda-tanda, hingga dampaknya di bawah ini!

Pengertian Quiet Quitting

Seseorang sedang menutup laptopnya.

Sumber Gambar: Pexels

Meskipun istilah quiet quitting mengandung kata “quit” yang berarti keluar, istilah ini tidak berarti keluar dari pekerjaan secara diam-diam. Quiet quitting merupakan lawan dari hustle culture, yaitu budaya bekerja lebih banyak dan lebih sibuk dari yang lainnya untuk mencapai kesuksesan.

Budaya hustle culture sudah mendarah daging dalam banyak lingkungan kerja. Nah, banyak yang menganggap bahwa budaya hustle culture dapat merusak fisik dan mental seseorang jika dibiarkan terus-menerus. Alhasil, lahirlah budaya quiet quitting, yaitu budaya bekerja yang sesuai dengan porsinya.

Dalam melakukan quiet quitting, pekerja hanya akan bekerja sesuai dengan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya dan menghindari jam kerja lembur. Quite quitting banyak digunakan untuk meningkatkan work-life balance. Pekerja yang melakukan quite quitting hanya akan bekerja di jam resmi bekerjanya dan pulang tepat waktu.

Penyebab Quiet Quitting

Ada banyak alasan yang mendorong seseorang untuk melakukan quiet quitting. Adapun alasan-alasan quiet quitting adalah sebagai berikut:

1. Burnout

Seorang perempuan merasa murung di depan laptop.

Sumber Gambar: Pexels

Seorang pekerja rentan mengalami yang namanya burnout, sebuah kondisi stres kronis di mana pekerja merasa lelah secara mental, fisik, dan emosional karena pekerjaannya. Kondisi ini biasa terjadi ketika pekerja terus memaksa bekerja terlepas dari kondisinya yang membutuhkan istirahat. Ditambah dengan lingkungan yang tidak suportif, kondisi burnout dapat menjadi semakin parah.

Burnout yang dibiarkan terus menerus akan membuat kita kehilangan motivasi untuk bekerja dan menurunkan performa kerja. Burnout juga dapat berdampak besar pada kesehatan fisik dan mental. Maka dari itu, quiet quitting menjadi budaya kerja yang membantu menyeimbangkan antara kehidupan pribadi dan kehidupan kerja.

2. Aksi Protes

Seorang pria dengan jas berteriak di depan meja kerjanya.

Sumber Gambar: Pexels

Kita seringkali tidak bisa menghindari lingkungan pekerjaan yang kurang positif. Tanda-tanda lingkungan tersebut adalah seperti rekan kerja yang toxic, sulit mendapatkan promosi, atau beban kerja yang melebihi porsi seharusnya.

Meskipun kita sudah bekerja semaksimal mungkin, lingkungan kerja kita seperti kurang mendukung. Oleh karena itu, metode quiet quitting digunakan sebagai bentuk protes dan kekecewaan terhadap lingkungan kerja tersebut.

Tanda-Tanda Quite Quitting

Seorang wanita sedang membuka gadgetnya.

Sumber Gambar: Pexels

Tujuan utama quite quitting adalah untuk keseimbangan kehidupan pribadi dan kehidupan kerja yang lebih sehat. Oleh karena itu, pekerja yang melakukan quite quitting hanya akan berfokus untuk melakukan pekerjaannya saja. Berikut ini adalah tanda-tanda quite quitting yang mungkin kamu kenali ada di sekitarmu:

  • Tidak menghadiri meeting. Kalaupun menghadiri meeting, mereka tidak akan berinisiatif atau angkat bicara
  • Menghindari segala percakapan atau aktivitas yang tidak penting
  • Mengisolasi diri dari rekan kerja lainnya
  • Datang terlambat atau pulang lebih awal
  • Menurunnya produktivitas kerja
  • Kurang berkontribusi pada proyek tim karena berfokus pada pekerjaan individual
  • Kurang semangat atau antusiasme saat bekerja
Baca Juga: Contoh Company Profile: Branding Perusahaan Secara Efektif

Dampak Quiet Quitting, Baik atau Buruk?

Seorang pria sedang merasa tertekan di depan laptop.

Sumber gambar: Unsplash

Dengan tujuan quiet quitting yang ingin mencapai kehidupan kerja yang lebih rileks dan seimbang, quite quitting mungkin akan membuat kamu tidak terlibat terlalu jauh dengan pekerjaanmu saat ini. Hal ini akan membuat kamu mengalokasikan energi secukupnya pada pekerjaan sehingga kamu terhindar dari burnout.

Quiet quitting yang baik akan menghindarkan kamu dari gangguan kesehatan yang sering muncul pada tubuh seorang workaholic, seperti gangguan pencernaan, kecemasan, dan depresi. Kamu juga dapat menjaga pola hidup sehat dan menciptakan quality time dengan orang terkasih.

Akan tetapi, quiet quitting juga memiliki efek negatif. Quiet quitting cenderung membuat performa seseorang hanya mencapai batas minimum saja. Akibatnya, pekerjaan kita cenderung terbatas, hanya itu-itu saja, dan tidak bisa berkembang. Hal ini dapat memicu terjadinya kebosanan pada pekerjaan dan berakibat pada penyakit mental seperti depresi.

Performa pekerjaan yang minimum juga akan mengurangi kesempatan kamu untuk naik jabatan. Lebih parahnya lagi, kamu bisa kehilangan pekerjaan.

Alternatif Quiet Quitting untuk Work-Life Balance

Seorang pria melakukan stretching.

Sumber Gambar: Pexels

Selain dengan melakukan quiet quitting, kamu juga bisa mencapai work-life balance dengan cara lain, lho. Cara-cara berikut ini dijamin lebih positif dan mengurangi dampak negatif yang mungkin terjadi dalam kehidupan kerjamu:

  • Bekerja dengan optimal dan sepenuh hati
  • Membuat batasan yang jelas antara kehidupan pribadi dengan pekerjaan
  • Mengelola stres dengan cara yang positif, seperti jeda istirahat saat bekerja atau melakukan hobi yang disukai
  • Menerapkan pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan sehat dan melakukan olahraga sederhana
  • Berinteraksi dengan rekan kerja seperlunya
Baca Juga: Arti Freelance dan Contoh Pekerjaannya, Beda dengan Part Time!

Itu dia penjelasan lengkap seputar quiet quitting di dunia kerja untuk Toppers pahami. Quiet quitting memang tidak sepenuhnya salah. Tetapi, jika dilakukan dengan berlebihan, quiet quitting justru akan berdampak buruk pada kehidupan kerjamu. Yuk bekerja dengan optimal tanpa menyakiti diri sendiri!

Untuk mencari inspirasi kehidupan kerja yang sehat, Toppers bisa menemukan buku pengembangan diri dan karir terlengkap di Tokopedia, lho. Langsung cek produknya sekarang, ya!

Penulis: Muftia Parasati

Share

Melly Yustin AuliaMelly Yustin Aulia

Related Articles

© 2009-2025, PT Tokopedia