“Baper” identik menjadi akronim dari “Bawa Perasaan”, akronim yang tengah menjadi trend tersendiri di kalangan anak muda. Tokopedia kemudian mengubah kepanjangan dari akronim tersebut menjadi “Bawa Perubahan” dalam rangka memperingati Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April 2015 ini. Tokopedia juga ingin menginspirasi perempuan-perempuan Indonesia untuk berkontribusi lebih kepada bangsa dengan membawa perubahan baik bagi diri sendiri maupun lingkungan sekitar.
Tokopedia percaya bahwa perempuan mampu membawa perubahan. Hal ini dibuktikan dengan sederet nama seller perempuan yang secara langsung maupun tidak langsung menyokong perekonomian negara melalui bisnis online yang mereka bangun dalam platform Tokopedia.
Tokopedia mencatat signifikannya pertumbuhan jumlah seller perempuan. Seller perempuan yang tahun lalu baru berjumlah tujuh ribu, tetapi tahun ini, per Maret 2015, jumlah seller perempuan di Tokopedia hampir menyentuh angka 30 ribu.
Fakta yang tak kalah menarik adalah seller-seller perempuan ini nyatanya tidak sekedar berjualan online. Lebih dari itu, mereka membawa berbagai perubahan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Berikut nama perempuan-perempuan Baper versi Tokopedia.
Rahajeng Dyah Savitri (Pemilik “Radysa Organizer”)
Mahasiswi Pencipta Lapangan Kerja
Perempuan muda yang berani berkarya dan membawa perubahan bagi lingkungan sekitar, itulah Rahajeng Dyah Savitri. Ya, dengan bisnisnya “Radysa Organizer” yang semakin berkembang pesat, ia mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar.
Perempuan 21 tahun yang biasa dipanggil Ajeng ini mengawali bisnis organizer dari ketertarikannya pada bidang kerajinan tangan organizer. Statusnya sebagai seorang mahasiswi tidak menjadi penghalang bagi Ajeng untuk terus membangun bisnis dan memasarkan produknya ke seluruh Indonesia melalui mall online Tokopedia. Bahkan saat ini Radysa Organizer sudah berhasil menggaet beberapa perusahaan besar sebagai pelanggan tetapnya.
Hebatnya lagi, Ajeng tidak hanya menciptakan mata pencaharian baru bagi masyarakat sekitar, namun ia juga tidak lupa untuk mengabdi kepada sesama dengan melakukan bakti sosial dan kegiatan-kegiatan lain yang dapat membantu masyarakat sekitar.
“Selalu mengucap syukur dan membantu orang lain adalah kunci dalam bisnis saya.” (Rahajeng Dyah Savitri, 22)
Dina Sri Agustin (Pemilik “Dina Wallsticker”)
Mantan Pekerja Kantoran Pencari Makna Kesuksesan
Dina Sri Agustin, perempuan tangguh dan berani ini memang pantas disebut sebagai sosok “Kartini Modern”. Ibu dari satu anak ini berkali-kali jatuh bangun ketika merintis karir. Dina awalnya adalah seorang pekerja kantoran yang sempat menempati posisi cukup tinggi dalam perusahaan, namun karena merasa tidak berhasil menemukan esensi kehidupan melalui pekerjaan tersebut, akhirnya Dina memberanikan diri untuk mundur dari perusahaan. Tulang punggung keluarga ini kemudian mencoba bergerak di ranah lain, namun lagi-lagi gagal.
Berbagai perubahan ia lakukan demi menemukan makna kesuksesan yang selama ini ia cari. Kegagalan dan berbagai masalah yang ia hadapi tidak lantas membuatnya menyerah begitu saja. Perempuan berusia 38 tahun ini terus mencari peluang bisnis lain dan akhirnya sukses menemukan passion bisnisnya di ranah online dengan menjual wall sticker. Satu-satunya platform yang ia manfaatkan untuk berjualan wall sticker secara online adalah Tokopedia.
Walaupun lingkungan sekitar meragukan bisnis ini, Dina tetap yakin bahwa bisnis ini akan menuai kesuksesan. Benar saja, ia berhasil membuktikan bahwa keputusan untuk berhenti bekerja sebagai karyawan dan membangun bisnis sendiri dapat memberikan penghasilan yang memadai, bahkan keuntungan materi yang ia dapatkan sekarang 11 kali lipat lebih tinggi daripada saat menjadi karyawan.
“Orang yang mau berusaha dan selalu sabar dalam menghadapi kehidupan, pada akhirnya pasti akan meraih kesuksesan.” (Dina Sri Agustin, 38)
Rufaidah Qisti (Pemilik “Rumah Khas Solo”)
Pengusaha Batik Usia 52 Tahun yang Berjiwa Muda
Siapa bilang hanya anak muda saja yang bisa berkarya? Rufaidah Qisti, seorang perempuan yang telah berusia 52 tahun, membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk terus berkarya. Ibu Qisti adalah seseorang yang berperan dalam melestarikan batik tulis sebagai salah satu warisan budaya Solo.
Perjuangan Ibu Qisti dalam melestarikan batik tulis tidaklah mudah. Usahanya sempat mengalami kemunduran pada tahun 1970. Saat itu minat beli masyarakat terhadap batik tulis terus menurun. Hal ini membuatnya harus berjuang ekstra dan berkat kerja kerasnya, pada tahun 1987 ia berhasil membawa perubahan—membuat batik tulis kembali diminati oleh masyarakat.
Seiring perkembangan zaman, Ibu Qisti memanfaatkan internet untuk memasarkan produknya. Ia berjualan online di Tokopedia dengan harapan batik tulis lebih dikenal oleh masyarakat dari Sabang sampai Merauke.
Selain mengelola bisnis batik tulis, Ibu Qisti saat ini juga aktif tercatat sebagai dosen bidang pertanian di salah satu universitas di Solo. Tidak hanya mengajarkan materi yang berhubungan dengan perkuliahan, ia tidak ragu menyalurkan ilmu membatik kepada anak didiknya demi mempertahankan kecintaan generasi muda kepada salah satu warisan budaya Solo ini.
“Usia bukannya penghalang kita untuk terus berkarya. Jika punya keinginan, kita harus berusaha untuk mewujudkannya. Siapa yang mau berkarya pasti dapat rezeki.” (Rufaidah Qisti, 52)