Akhir-akhir ini kita sering mendengar kabar soal perekonomian global, termasuk Indonesia, yang sedang mengalami tantangan yang cukup berat di sepanjang tahun 2022 akibat kondisi makroekonomi yang tidak menentu. Salah satu topik yang paling sering dibicarakan adalah inflasi, yakni kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Kenaikan harga barang dan jasa yang terjadi belakangan ini tentunya bukan tanpa alasan, melainkan dampak dari berbagai peristiwa yang terjadi, salah satunya adalah konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan gangguan pada rantai pasok barang di seluruh dunia. Sejak awal tahun misalnya, kita telah mendengar kabar kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang selalu direspon negatif oleh pasar keuangan. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan inflasi AS yang bahkan telah mencapai di atas 8%.
Sebagai seseorang dengan usia produktif yang saat ini sedang aktif membangun portofolio investasi, keadaan ini tentu membuat kita bertanya-tanya: seperti apa prospek ekonomi ke depannya, khususnya di kuartal 4 tahun ini? Apakah inflasi dan kenaikan suku bunga masih akan menekan pasar keuangan?
Kali ini, Emil Muhamad, salah seorang Economist di Bahana TCW Investment Management (3 besar Manajer Investasi terbesar di Indonesia) akan memberikan gambaran prospek ekonomi kuartal 4 lewat 5 poin analisis untuk kita semua.
Inflasi AS telah lewati puncak, namun berpeluang tetap tinggi
Sejalan dengan penurunan harga komoditas seperti minyak dunia, besi dan baja, gandum, hingga kedelai, inflasi AS mulai turun pada bulan Juli lalu. Ke depan, inflasi AS berpotensi sedikit turun namun tetap pada tingkat yang tinggi. Pasar memperkirakan inflasi berada di kisaran 7-10% pada Q4 2022. Meskipun perlahan mulai turun, inflasi yang bertahan tetap tinggi masih mendorong The Fed untuk melanjutkan kenaikan suku bunganya, dimana hal ini akan menjadi salah satu faktor pendorong Bank Indonesia untuk menaikan suku bunga.
Tren kenaikan suku bunga AS dan global berpotensi berlanjut
Dalam rangka mengendalikan inflasi kembali ke target 2.0%, The Fed dan bank sentral lainnya masih perlu melanjutkan tren kenaikan suku bunga. Jerome Powell, Gubernur The Fed, telah menyatakan dengan tegas pada perhelatan Jackson Hole Economic Symposium bahwa The Fed akan terus menaikkan suku bunga hingga inflasi telah “mati” atau tidak akan bangkit lagi. Hal ini akan dilakukan The Fed meskipun konsekuensinya ekonomi AS harus melemah. Langkah serupa juga baru-baru ini diambil oleh Bank Sentral Eropa. European Central Bank (ECB) menyatakan akan terus menaikkan suku bunga hingga inflasi dapat terkendali. Sehingga, pada Q4 2022 tren kenaikan suku bunga masih akan berlanjut, dan akan berdampak negatif pada pasar obligasi global, termasuk pasar obligasi Indonesia.
Ekonomi global melambat, pasar saham global hadapi tantangan
Pasca berakhirnya stimulus ekonomi besar-besaran semasa krisis covid, ekonomi global kini tengah menuju perlambatan. Kombinasi konflik geopolitik, lockdown ketat di Tiongkok, serta kenaikan suku bunga global menjadi paduan yang tepat menuju perlambatan ekonomi global. Hal ini dapat menjadi risiko negatif bagi pasar saham global di Q4 2022. Perlambatan berpotensi terjadi lebih dulu di Eropa, kemudian menjalar ke Amerika dan Asia. Secara historis, performa pasar saham tertekan di masa perlambatan ekonomi.
Kenaikan BBM bangkitkan inflasi domestik
Setelah sekian lama menahan tekanan kenaikan harga minyak mentah dunia, pemerintah akhirnya menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite, Pertamax, dan Bio Solar. Kenaikan harga tidak terhindarkan lagi setelah beban subsidi APBN meningkat tajam. Setelah kenaikan harga BBM, sejumlah barang dan jasa lain mulai terpantau ikut menyesuaikan. Dampak kenaikan BBM diperkirakan masih akan terus terjadi hingga Q4 2022. Inflasi berpotensi naik mengikuti inflasi global yang selama ini telah naik terlebih dahulu akibat tidak adanya skema subsidi. Dengan bergabungnya Indonesia ke jajaran negara dengan inflasi tinggi, hal ini dapat membawa risiko pada performa aset keuangan, terutama pasar obligasi Indonesia yang terus mengalami arus keluar dana investor asing.
Pertumbuhan ekonomi domestik tetap kuat
Di tengah perlambatan ekonomi global, Indonesia diperkirakan dapat tetap mencatatkan pertumbuhan yang tinggi di atas pertumbuhan ekonomi global. Hal ini disebabkan oleh berkah dari harga komoditas ekspor seperti batubara dan minyak sawit yang naik tajam sepanjang tahun 2022 ini. Di Q4 2022, harga batubara global diperkirakan akan tetap tinggi seiring berlanjutnya sanksi Eropa atas energi dari Rusia. Selain faktor komoditas, pertumbuhan domestik juga didukung oleh reformasi yang dilakukan oleh pemerintah terutama pada sektor komoditas nikel. Proses pengolahan nikel yang dilakukan di dalam negeri berpotensi menjadi katalis pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun ke depan. Hal ini tentu akan menjadi katalis positif untuk mendorong pertumbuhan kelas aset saham domestik, khususnya pada kuartal 4 2022.
Berdasarkan gambaran prospek tersebut, Emil mengingatkan agar masyarakat tetap optimis dalam menyikapi ketidakpastian yang terjadi, khususnya setelah Indonesia mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi di kuartal 3 lalu. “Risiko dan tantangan ekonomi domestik masih ada, namun pasar keuangan Indonesia kali ini lebih solid dan diperkirakan mampu memberikan return yang relatif baik dibandingkan pasar keuangan negara lain,” jelas Emil.
Walaupun kuartal 4 tahun ini dapat disambut dengan optimis, namun investor tetap harus jeli dan hati-hati dalam menentukan strategi investasi terbaiknya, khususnya dalam hal memilih produk investasi yang sesuai dengan tujuan finansial yang hendak dicapai.
Menjawab kebutuhan tersebut, Tokopedia menghadirkan berbagai produk investasi yang bisa dipilih masyarakat, salah satunya adalah reksa dana. Dengan Tokopedia Reksa Dana, kamu bisa mulai investasi dengan bermodalkan Rp10,000. Dengan potensi imbal hasil (return), produk investasi reksa dana ini diharapkan bisa menjadi salah satu pilihan investasi bagi masyarakat untuk melawan inflasi.