Simak tips agar anak bisa menjadi netizen yang berempati dan bijak saat menggunakan media sosial.
Banyak orang tua yang mengkhawatirkan anaknya mengalami <em>cyberbullying</em>, terutama para ayah dan ibu yang anaknya telah memiliki akun media sosial sendiri. Tapi, bagaimana kalau ternyata si kecil yang melakukan cyberbullying Mungkin yang dilakukan anak terlihat sepele, misalnya menuliskan komentar buruk pada sebuah foto yang diunggah oleh temannya di Instagram. Atau, mengunggah foto temannya dengan ekspresi atau di situasi yang tidak baik dengan alasan ‘hanya bercanda’.
Mungkin, tanpa kamu dan si kecil ketahui, hal ‘sepele’ tersebut bisa saja telah membuat si teman menjadi sangat malu dan sedih. Bahkan, bisa saja hingga depresi. Orang dewasa mungkin saja tak menyadari juga bahwa yang dilakukannya di media sosial adalah cyberbullying. Tidak sadar kalau komentar negatifnya pada sebuah postingan seseorang (biasanya terjadi pada orang terkenal atau selebriti dan keluarganya), telah menyakiti perasaan orang tersebut dan masuk dalam kategori cyberbullying.
Tentu kamu tak ingin si kecil tumbuh menjadi orang yang suka menghujat orang lain di media sosial, bukan? Apalagi, ketika ia besar kelak, perkembangan dan pengaruh media sosial pada hidup manusia mungkin akan lebih besar lagi dari saat ini.
kamu, sebagai orang tua bisa berperan besar dalam mencegah cyberbullying yaitu dengan mendidik anak agak kelak menjadi netizen yang baik dan berempati. Bagaimana caranya? Simak 5 kiatnya berikut ini.
1. Tunjukkan pada Anak bahwa kamu akan Selalu Melindungi dan Mencintainya
Poin ini dikemukakan Meline Kevorkian, EdD., komisaris International Bullying Prevention Association serta penulis buku 101 Facts about Bullying: What Everyone Should Know dan Preventing Bullying: Helping Kids Form Positive Relationships. Menurutnya, kamu perlu menunjukkan pada anak betapa kamu mencintainya dan akan selalu melindunginya.
Dengan begini, si kecil akan memiliki masa kanak-kanak yang indah dan tentunya menyenangkan. Pasalnya, orang yang senang mem-bully, biasanya memiliki masalah kepribadian atau trauma masa lalu saat masih menjadi anak-anak.
Sebuah ‘luka’ yang belum sembuh dan ingin mereka tularkan pada orang lain. Jangan lupa juga, selalu ingatkan anak kalau ia dicintai dan berharga, sehingga mereka tak perlu menjelekkan orang lain untuk merasa dirinya lebih baik dari orang tersebut. Teruslah mengisi kepala dan hati anak dengan cinta.
2. Ajarkan Empati
Empati merupakan kemampuan untuk memahami dan peka terhadap perasaan orang lain. Menurut Christine Carter, Ph.D., seorang ahli sosiologi dan pakar kebahagiaan di Greater Good Science Center di UC Berkeley, Amerika Serikat (AS), menempatkan diri pada posisi orang lain juga merupakan pondasi penting untuk membangun sifat peduli dan perhatian lainnya. Misalnya, seperti mengembangkan rasa bersyukur, terima kasih, harapan, dan kasih sayang, yang menjadi beberapa kemampuan yang bisa ‘tumbuh’ dalam diri anak jika ia memiliki empati.
Dalam hal cyberbullying, orangtua dapat meminta anak untuk memikirkan semuanya sebelum mem-posting sesuatu di media sosial. Minta anak untuk tidak shareapa saja yang bisa menyakiti hati orang lain atau membuat orang lain malu.
kamu dapat melatihnya sejak si kecil berusia 4 tahun. Pasalnya, di usia 4 tahun, anak berkembang lebih jauh dari membuat gerakan fisik yang menunjukkan kepedulian pada orang lain dan mulai memikirkan perasaan orang lain seperti saat memikirkan perasaannya sendiri.
3. Biasakan Menghargai Orang Lain
Empati merupakan kemampuan untuk memahami dan peka terhadap perasaan orang lain. Menurut Christine Carter, Ph.D., seorang ahli sosiologi dan pakar kebahagiaan di Greater Good Science Center di UC Berkeley, Amerika Serikat (AS), menempatkan diri pada posisi orang lain juga merupakan pondasi penting untuk membangun sifat peduli dan perhatian lainnya.
Misalnya, seperti mengembangkan rasa bersyukur, terima kasih, harapan, dan kasih sayang, yang menjadi beberapa kemampuan yang bisa ‘tumbuh’ dalam diri anak jika ia memiliki empati.
Dalam hal cyberbullying, orang tua dapat meminta anak untuk memikirkan semuanya sebelum mem-posting sesuatu di media sosial. Minta anak untuk tidak ‘share’ apa saja yang bisa menyakiti hati orang lain atau membuat orang lain malu.
kamu dapat melatihnya sejak si kecil berusia 4 tahun. Pasalnya, di usia 4 tahun, anak berkembang lebih jauh dari membuat gerakan fisik yang menunjukkan kepedulian pada orang lain dan mulai memikirkan perasaan orang lain seperti saat memikirkan perasaannya sendiri.
4. Tetap ‘Terhubung’ dengan Anak
Dengan kata lain, orang tua harus terus menjaga ikatan antara orang tua dan anak. Dalam beberapa hal, tindakan paling penting bagi orang tua adalah membangun ‘saluran komunikasi’ yang terbuka dengan anak tentang kehidupan sehari-harinya.
Dengan begini, maka akan membuat kamu menjadi lebih mudah mengenali tanda-tanda gangguan emosi pada anak, sehingga dapat menghindarkannya dari menjadi seorang bullying.
Dr. Kristin Carothers, seorang psikolog klinis dan terapis perilaku kognitif, merekomendasikan orang tua untuk mengajukan beberapa pertanyaan ini kepada anak-anaknya setiap hari. Misalnya, pada pagi hari, tanyakan kepada anak apa yang telah ia rencanakan untuk hari itu.
Lalu, sepulang sekolah, mintalah anak kamu menceritakan pada kamu tentang satu hal hebat yang terjadi hari itu, dan satu hal yang tidak terlalu hebat. Mungkin tidak mudah untuk memulainya, tetapi anak-anak yang secara rutin dibiasakan untuk berbagi detail kehidupan mereka dengan orang tua akan lebih nyaman untuk terus melakukannya hingga masa remaja dan dewasanya kelak.
5. Tetapkan Batasan yang Masuk Akal
Bantu anak-anak kamu belajar membuat keputusan yang bertanggung jawab tentang penggunaan teknologi dengan menetapkan aturan yang kamu terapkan di rumah. Bila perlu, lakukan kontrol pada <em>gadget </em>anak dalam waktu-waktu tertentu.
Selidiki semua fitur teknologi yang anak gunakan. Smartphone dengan akses internet yang digunakan anak harus memiliki pedoman dan langkah-langkah keamanan yang sama dengan komputer atau laptop milik keluarga di rumah. Cari tahu fitur apa saja yang dapat membantu orang tua untuk menetapkan batasan-batasan penggunaan gadget yang digunakan anak-anak.