Tidak hanya istri, suami juga perlu menyiapkan mentalnya ketika menjalani program bayi tabung. Berikut ini sejumlah hal yang perlu diketahui oleh suami.
Umumnya, jika berbicara tentang persiapan menjalani program bayi tabung atau in vitro fertilisation (IVF) sebagian besar topiknya akan mengarah kepada persiapan istri. Hal ini bisa dimengerti karena sebagian besar tindakan dilakukan pada tubuh istri.
Bagaimana dengan para suami? Bukankah program ini harus melibatkan kedua belah pihak yang artinya, para suami juga harus mempersiapkan dirinya sehingga semua proses bisa dijalankan dengan kesiapan yang baik dari kedua belah pihak.
Tapi sebenarnya persiapan mental apa saja yang harus dilakukan para suami ketika menjalani program bayi tabung?
Apa yang harus dilakukan suami ketika bersama istri berkonsultasi dengan dokter kandungan? Serta bagaimana suami mempersiapkan dirinya dengan risiko kegagalan?
Knowledge is Power
Daniel Hendrianto bercerita, persiapan mental para suami penting untuk dilakukan agar bisa menciptakan situasi yang positif di tengah gejolak emosi yang dialami istri selama menjalani IVF.
“Saya orang yang percaya bahwa knowledge is power, bahwa pengetahuan itu harus dicari sebanyak mungkin. Ini penting karena ketika istri menjadi sangat emosional karena pengaruh obat hormon, maka kita bisa memberi insight yang logis sehingga berimbang dan membantu istri untuk berpikir positif.
Daniel dan istrinya, Priska Siagian adalah salah satu pasangan yang menjalani IVF pada 2017 lalu. Mereka menjalani dua kali program IVF hingga akhirnya mendapatkan seorang anak perempuan, Mudita Narasi.
Pengetahuan atau informasi yang kemudian dikumpulkan Daniel adalah berkaitan tentang IVF mulai dari tingkat keberhasilan sampai tingkat kegagalan.
Hitung-hitungan inilah yang kemudian menjadi “modal” untuk mengukur berapa kali IVF bisa dilakukan sesuai dengan kondisi finansial. “Ketika tahu persentase kegagalannya, maka bisa dihitung berapa kali harus dilakukan hingga berhasil. Tahunya dari mana?
Kami bertanya ke dokter, dengan kondisi usia kami berapa persen keberhasilannya dan hasilnya memang harus dilakukan minimal 2 kali agar persentase keberhasilannya tinggi. Lalu dihitung lagi kalau dilakukan 2 kali, uangnya cukup atau tidak,” papar Daniel pada Instagram Live CasCisCus yang digelar bersama istrinya.
Karena mengambil peran sebagai pengumpul informasi, Daniel pun bercerita ketika sesi konsultasi dengan dokter kandungan, ia menjadi lebih aktif bertanya. Pertanyaan yang diajukan ke dokter kandungan menurut Daniel, bukan hanya berdasarkan rasa ingin tahu dia dan istrinya saja tapi juga dari keluarga terdekat.
“Saya kumpulkan pertanyaan dari orang tua atau keluarga, karena proses ini juga penting untuk mereka.” Selain aktif bertanya, Daniel juga menyimpan informasi terkait pemeriksaan yang dilakukan.
Memang semuanya tercatat di buku pemeriksaan, tapi baginya hal ini dilakukan agar ketika sewaktu-waktu dibutuhkan bisa lebih cepat untuk ditunjukkan.
Jadi di dalam ponselnya terdapat informasi seperti tekanan darah, berat badan, serta detak jantung istri. Dan ketika sudah dinyatakan positif, ia melengkapi datanya dengan detak jantung bayi, lingkar kepala bayi, panjang baik serta hal-hal yang berkaitan dengan pemeriksaan kehamilan pada umumnya.
“Istri kan berbaring di kursi pemeriksaan dan rasanya sulit untuk dia mencatat itu semua, jadi ya saya saja yang mencatat.
Berpikir Logis untuk Menjaga Ekspektasi
Menurut Daniel, sikap suami yang berpikir logis tetap diperlukan untuk menyeimbangkan kondisi istri yang sering kali jadi emosional saat menjalani IVF.
Apalagi ketika gagal, istri pasti akan lebih menyalahkan dirinya karena semua tindakan dan proses terjadi di dalam tubuhnya. “Dengan memberikan masukan yang logis, istri bisa berhenti menyalahkan dirinya dan sama-sama menyadari bahwa kegagalan itu bagian dari perencanaan, karena program ini tidak 100% berhasil jadi bisa meyakini bahwa setiap usaha yang dilakukan tidaklah menjadi sia-sia.”
Ia lantas menyebut ini sebagai sikap cautious optimism, Optimis tapi juga berhati-hati. Harus ada balancenya ketika Istri Uring-Uringan Karena Pengaruh Hormonal IVF.
Fluktuasi hormon yang terjadi di dalam tubuh membuat istri cenderung lebih uring-uringan selama menjalani IVF.
Bagaimana Daniel menghadapinya? “Saya selalu ingat lagu Yolanda Adams, This Too Shall Pass Ya, sabar-sabarin saja, toh pada satu saat akan berhenti sendiri,” jawabnya”.
Menerima Kegagalan dengan Optimisme yang Rasional
Saat IVF pertama, janin hanya bertahan selama 6 minggu dan istrinya pun harus menjalani kuretase. “Traumatis juga karena setelah kuretase, ditunjukkan bentuk janin yang tidak berkembang. Sedih banget ngeliatnya.
Lalu bagaimana ia mengatasi kondisi emosional ini? “Sebenarnya pura-pura kuat di depan istri, karena dia pasti jauh lebih sedih. Tapi selesai kuretase, kita kemudian berbicara dari hati ke hati, memvalidasi emosi juga penting.” Ia dan istri kemudian memilih untuk menenangkan diri di Bali beberapa saat.
“Terdengarnya klise, tapi di Bali kita menemukan penerimaan, optimisme, hingga bisa saling menguatkan.” Menurutnya kunci dari menjalani ketidakpastian adalah tetap optimis. “Intinya mencoba lagi.
Asal duitnya cukup, ya lakukan. Harus dihitung juga risiko efek samping yang bisa terjadi pada tubuh istri jika dilakukan berulang-ulang. Jadi harus tetap rasional,” pungkas Daniel.
Baca juga: Hamil Bayi Laki-Laki atau Perempuan, Ini 10 Perbedaannya
Itu dia, Toppers beberapa hal yang perlu kamu ketahui mengenai persiapan program bayi tabung, khususnya bagi para suami.
Selalu berpikir positif dan jalani proses sepenuh hati, yang paling utama jangan lupa untuk saling mendukung pasangan satu sama lain.